[Lentera ….ємЈΞ]


Baca dengan hatimu, lalu berikan isinya padaku (Ku tunggu! Koment-y!!!) ~,~


PSIKOPAT

Post`Q Sekarang


PSIKOPAT
EmJe
Sudah setahun lebih masalah ini jadi berkepanjangan. Ini kesalahan yang ku buat pada awalnya, tapi aku tak menyangka kesalahanku akan dimanfaatkannya dengan baik.
“Brengsek.!” Gumamku pada Danu. Ia hanya menerawangi tubuhku dengan nakal.
“Mau apa lo..!!!” Tubuh ku bergetar, tak pernah aku merasa setakut ini dikehidupanku sebelumnya. Jika aku mempunyai pilihan mungkin mati adalah satu hal yang lebih dulu menjadi sebuah pilihan.
“Gue pikir lu tuh kampung. Taunya lo oke juga,!” Aku segera menarik selimut yang tidak menutupi seluruh tubuhku. Danu belum melakukan maksudnya, ia hanya sejenak memandangi seluruh tubuhku yang bugil. Entah karena apa. Entah untuk apa.
“Apa maumu. Lepaskan aku… aku ingin pergi… hikz, hikz, hikz…!!!” Aku tak bisa apa-apa lagi sekarang. kain yang membalut bagian atasku terkoyak, sudah tidak layak lagi kupakai. Blu jens yang ku kenakan entah melayang kemana. Aku berada di apartemen yang paling atas. Tidak akan ada yang akan mendengar teriakanku, lagipula tidak mungkin Danu tidak memikirkan semuanya dengan matang. Yang aku fikirkaan bagaimana orang sebaik Danu bisa tega membuatku berada pada posisi yang benar-benar memalukan.
“Gue cari minum dulu.!” Ucap Danu tanpa memperdulikan semua kegelisahanku. Ia terus berjalan keluar membelakangiku, entah apa yang sedang ia pikirkan. Aku sedang  beranggapan Danu benar-benar gila. Membiarkan orang yang ditelanjanginya sendiri sebelum di-apa-apa-in. bahkan ia sempat berfikir membuka perlakukannya dengan segelas minuman anggur.
“Dasar sinting” Teriakku sebelum Danu menutup pintu apartemen yang kita tempati.
“Klek.!” Terlambat, pintu telah terkunci rapat.  Tak ada lubang kunci yang bisa aku akalin untuk jalan keluar, entah bagai mana ia membuka dan menutup pintu itu. Aku celingukan dan mencoba melihat celah mana yang dapat kujadikan untuk kabur dari sini.
Aku menyeret-nyeret selimut tebal yang sekarang jadi penutup auratku.. aku tak berhenti menangis sambil mencari apa yang belum aku ketahui. Seperti yang ia bilang “Anak kampung” mungkin maksudnya adalah kuper. Meskipun aku tinggal dikota, aku memang jarang keluar rumah. Mungkin hampir tidak pernah. Karena hanya jika ada mata kuliah saja aku baru keluar rumah untuk kekampus.
“Mampus.!” Tak ada celah yang kudapatkan. Ruangan ini benar-benar tertutup, tidak ada fentilasi udara karena ruangan ini ber-AC. Kacanyapun sangat tebal, sudah kucoba melemparnya dengan barang keras lainnya tetap tidak bergeming. Telfon yang adapun sudah diputusnya. Bahkan iapun tak menyediakan baju di dalam lemari.
“Astaghfirullohal adzim.!!!” Aku benar-benar takut. Kepalaku pusing membayangkan kejadian apa yang akan segera kualami. “Hatchu,, hatchu.!” Entah mengapa Ac-nya kurasa semakin dingin. Aku yang mengidap gejala sinusitis sangat sensitive dengan suhu dingin apa lagi dengan pakaian yang sudah tidak ku kenai.
“Klek.!” Pintunya terbuka. Aku segera bergegas menelusup di bawaah bed room. Aku sudah pucat. Situasi itu sangat membuatku tegang. Ditambah lagi dengan keadaan dingin yang menusuk-nusuk tulangku.
“Oh god, di mana keajaibanmu?” air mataku mengalir tanpa isakan. Bagaimana tangisanku bisa berhenti disituasi segawat ini.
“Sinting.!” Lagi-lagi kukeluarkan makian itu. Meski dalam hati, tapi kalimatku memang mewakili sikap Danu yang sinting itu.
Setelah menemukanku tidak berada diruangan. Ia tidak bersikap sangat panik, bahkan ia hanya menuangkan minuman yang dibawanya satu persatu hingga membentuk susunan berbentuk segitiga.
“Astaghfirullah…!!!” Badanku lemas. Sudah sehari Danu membiarkanku dalam balutan seperti ini, itu berarti sudah 24 jam aku dalam suhu yang cukup dingin. Kemarin aku juga belum makan. Dan terhitung sudah dua hari aku tidak minum. Lemas, lemah itulah yang aku rasakan. Dan “Agh,,tuhan…” gelap.

\\\
“Egh…!!!” Ku kucek-kucek mataku. Seketika ruangan menjadi indah. Bunga-bunga bertebaran disana-sini, ada mawar, melati, anggrek, lili… “Seperti taman bunga saja ruangan ini. Benarkah ruangan ini tempat yang pernah  membuatku takut. Benarkah ini adalah tempat yang hampir jadi tempat tragedy…!!!” Sebelum pertanyaanku dibenaku selesei.
“Klek.!” Ku lihat sosok lelaki tampan penghuni senyuman indah itu melontarkan bibir  yang merekah.
“Danu.!” Badanku bergidik lagi. Sosoknya membuktikan kejadian itu berarti nyata. Segera kubuka selimut yang membalut tubuhku. Semuanya tertutup rapih, hanya tidak mengenakan jilbab saja.
“aku ingin mengantarkan sarapan untukmu.” Ucapnya,manis.
“kamu pasti belum makan iakan. Makanya kamu pinsan.!” Tambahnya. Itu membuatku lega. Dan itu berarti… mungkin ia tidak melakukan apa-apa.
“Makasih.!” Jawabku. Rasa takutku hilang seketika ia juga bersikap sangat baik kepadaku.
“Sama-sama.!” Lagi-lagi ia membuat lengkungan indah dibibirnya.
“Aku fakir.. kamu??” Aku berusaha melakukan apa yang seharusnya aku lakukan sebelum.
“Mmuach.. I Love U!!” Sikapnya meluluhkanku. Rasanya hal buruk itu tidak mungkin terjadi. Mungkin itu alasan kenapa Danu gak ngapa-ngapa-in aku setelah ia berhasil menelanjangiku.
Aku tau ia hanya manusia biasa yang juga punya napsu seperti laki-laki yang lainnya. Tapi selama ini ia sangat menjagaku,, aku teringat satu hal yang sering ia lakukan.
“Mengujiku” Tiba-tiba aku teringat kelakuannya tempo hari juga semacam ini, hanya saja tidak begitu exstrim seperti sekarang.
Ia menyewa orang untuk mendekatiku untuk mengetahui kesetiaanku, dia juga meminta sepupunya untuk menjadi sahabat baiku untuk lebih mengetahui aku.mungkin... ini juga adalah bagian dari ujian yang ingin ia berikan.
“Besok aku pergi.!” Ucapnya. Hatiku tersentak, perempuan mana yang akan menerima jika kekasih hatinya meninggalkannya. Mendengar kabarnya seperti ada perasaan sakit lain yang entah belum aku ketahui.
“jadi ini alasanmu melakukan itu.!” Aku melihatnya berfikir sejenak. Danu tidak menjawab ia. Hanya sebatas mengangguk. Aku memang jarang bertanya kepadanya, karena aku beranggapan aku selalu mengerti apapun yang ada di fikirannya. Melihat responnya meng-ia-kan pemikiranku adalah jawaban kalo semua itu memang benar.
“Mau aku antar??” Jawabku amat sangat polos.
“Boleh”
Bla-bla-bla…

\\\
            Satu bulan kepergian Danu. Sudah terasa bebannya sangat menyiksa. Ditambah kondisiku semakin lama semakin tidak baik. Rasanya ingin muntah, mual.
            “Hen.. aku pulang yah. hari ini aku gak enak badan.!” Tatapan hendra mengingatkanku pada Tatapan danu yang nakal.
            “Kamu kenapa sih Hen. Aku gak suka.!” Hendra sahabat baik Danu. Aku pikir kedekatan mereka jauh lebih dekat dari itu.
            “N’da. Belakangan ini aku ngerasa ada yang berbeda darimu.!” Hendra mengatakannya dengan hati-hati sepertinya.
            “Perasaan kamu aja kali.! Dah ah. Aku mau pulang, cape. Akhir-akhir ini aku memang cepat merasa kelelahan.” Aku menepis semua prasangka Hendra. Dan kembali pada perasaan lelah yang akhir-akhir ini menemani hari-hariku. Belakangan ini aku khawatir. Danu menghilang semenjak keberangkatannya. Aku baru ingat, waktu kita berpisah di airpot aja dia tidak mengucap kalimat sayang atau sekedar mengecup keningku.
            Sayang aku menyadari itu adalah suatu keanehan setelah ia tidak lagi berada disisiku. Lagi-lagi kutepiskan perasaan-perasaan yang menurutku konyol itu. Karena memang tidak ada masalah apa-apa selama ini.
            “Gua serius” Teriak hendra padaku dan menyeret paksa tanganku seperti yang dilakukan oleh Danu waktu itu.
            “Lo kenapa sih. Sakit tau, lo kira gua kambing bisa lo seret sesuka hati lo.!”  Aku menolak semua tindakan Hendra dengan gamblang untuk sesuatu yang tidak aku suka dan tidak seharusnya Hendra lakuin.
            “Kenapa aku diam waktu diperlakukan sama oleh Danu sewaktu aku diseret kedalam apartemen itu.” Kejadian yang pernah aku alami sama précis seperti yang sedang Hendra lakukan. Tapi responku jauh berbeda agaknya. “Akh… Apa yang sedang aku fikirkan” segera ku tepiskan pikiran-pikiran itu.
            “Plak.!” Pukulan yang cukup keras menurutku untuk sebuah pukulan dari seorang perempuan yang menampar laki-laki.
            “lo gila ya?!” di lepasnya tanganku seketika dan dipegangnya dengan cepat pipi yang kukenai tamparan itu.
            “lo. Tuh yang gila.!” Sikapnya membuatku takut, seperti rasa takutku pada Danu waktu itu. “Akh. N’da. Berhentilah membanding-bandingkan semua kejadian ini seperti kejadian sebelumnya” Berontak hatiku.
Aku hendak bergegas pergi. Sebelum Hendra tiba-tiba memeluku erat secara paksa. Aku teriak sejadi-jadinya dan meronta-ronta.
“lepasin gua. Gua mohon hen, gua gak tau harus nawarin apa biar lo berhenti tapi plis… gua…!!!”
“Plack..!” Mata Henra tajam kearahku. Ia hampir melakukannya dua kali.
“Sekarang gua tanya,, gue mau apa sekarang?” Kalimatnya menghentikan semua perlawananku. Aku berhenti sejenak dan berfikir Mungkinkah Danu…!!!”
“Jawab geu N’da.!” Teriakan Hendra memekik ditelinyaku. Badanku bergetar hebat melebihi rasa takutku saat hendak dinodai oleh Danu “Hendak, entahlah… aku tidak tau…!!!”
Pikiranku buntu. Aku terlalu takut untuk mengetahui kebenaran ini adalah salahku.
“lo pikir apa yang paling di pengenin cowo kalo udah kaya gini. Bego banget sih lo N’da!” Kali ini Hendra berteriak dengan  memukul kaleng besar yang ada disampingnya.
Aku sesengukan mendapati perlakuannya “Hanya itukah yang bisa lo lakuin setelah lo membiarkan laki-laki berengsek itu pergi dengan tangan terbuka.?” Hendra terdengar menahan kemarahannya.
Aku yang sadar telah diperlakukan tidak adil bertitel kebodohan gue sendiri hanya nelangsa dari apa yang telah orang lain tuai.
“Dari mana lo tau Ndra.?”  Setelah mengerti. Sikap Hendra memiliki maksud tentu aku tidak ingin diam dan membiarkanku tidak tahu apa-apa selamanya.
“Danu.!” Mendengar nama itu hatiku perih. “Dia yang menceritakannya sendiri.? Membuka aibnya sendiri?” Hendra menatap prihatin. Mungkin dimatanya aku memang menyedihkan.
“Apa kamu akan percaya jika aku berkata ia.!” Mendapat jawaban Hendra yang tidak meyakinkan membuatku semakin ingin mati. Hampir satu bulan aku tidak haid, ditambah dengan masuk angin yang tanpa sebab. Plus lagi sikap Hendra yang mengingatkanku pada Situasi yang pernah aku alami bersama Danu. Dan setelah percaya pada Danu ia tidak akan melakukan hal sejahat itu, kemudian ragu dan tidak percaya lagi karena kejadian-kejadian yang baru ku sadari. Tapi ketika Hendra datang untuk membuatku percaya padanya dan semua pemikiranku yang selalu aku acuhkan, sekarang ia justru bertanya balik kepadaku “Apa kamu akan percaya jika aku berkata ia.!”
“Brengsek lo Hen. Sialan. Lo yang ngucapin, mana tau gue lo itu bener atau gak.! Lepasin gue. Pergi lo. Gue gak butuh basa-basi lu.!” Segera kutepiskan semua sedu sedanku. Dan meninggalkah Hendra dalam kemarahan.

\\\
            “Prang…!!!”  Kaca beling yang memuat pasta gigi dan semua perlengkapan mandi terhempas keras ke lantai, suaranya cukup keras untuk seisi rumah. Tapi tidak ada yang bisa mendengar bunyi-bunyian itu karena aku hanya seorang diri di dalam rumah. Semua pemikiran-pemikiran itu tidak konyol, bahkan pemikiran-pemikiran itulah yang sekarang membuatku sangat konyol karena telah membiarkannya.
            Aku melihatnya lagi. Tespek yang berukuran persegi panjang dengan sisi kanan-kiri yang kecil. Bertanda min dua merah didalamnya. Dimana satu min berarti negative dan dua min berarti positive yang artinya sekarang aku…
“Tlililit,,, tlililit,,, tlililit,,,” Dering telfon rumah menghentikan niat buruku. Karena suaranya sangat keras, konsentrasiku untuk bunuh diri jadi terganggu. Segera ku letkan salah satu pecahan beling yang paling tajem. Lalu ku buru gagang telpon itu dengan segera.
“Siapa..!!” Sapaku pada sumber suara yang belum aku tau siapa. Karena ia memang belum bicara.
“N’da.! Lo bae-bae aja kan.??” Ternyata Hendra si sumber suara dalam gagang telpon.
“Sinta  liat lo beli tespek. Apa yang terjadi N’da, gua di depan rumah lo. Gua takut elo…!!!” Aku tau maksud Hendra apa. Banyak perempuan meninggal karena ini, tapi apa salah? Perbuatan hina itu bukan kehendak yang disengaja oleh diriku sendiri. Ada orang lain dibalik semua ini yang memaksaku dalam posisi itu.
“Aku… “ Pikiranku menerawang sangat jauh. Aku tidak akan bisa di ajak bicara oleh siapapun saat ini.
“Tek..!” Telpon ku putus sepihak. Kemudian ku matikan mengikuti jejak handphone yang sudah lebih dulu tidak ku hidupkan.

\\\
Sudah dua hari aku berdiam diri dirumah. Beberapa kali mencoba menghubungi papa dan mama di Tibet. Tetep tak ada jawaban,
“Kemana sih mereka.! Bahkan di situasi genting seperti inipun mereka tidak ada.!” Bukan hal aneh lagi jika kedua orang tuaku tidak berada disisiku. Mereka sibuk bekerja, dan aku cukup mengerti soal itu, hubungan kami pun tidak terganggu karena itu. Hanya saja kali ini aku sedang mempunyai masalah yang bener-bener sulit untuk kuhadapi dan aku sangat membutuhkan mereka untuk berbagi.
“Lebih baik membuka aib keluarga dengan keluarga sendiri” Pikirku…
Acara bunuh diri kacau. Akibat tefon dari Hendra.. Lalu kubenahi lagi semuanya dengan rapi, emosiku mulai bisa ku control. Aku berfikir keras untuk ini.
Tidak semudah itu aku tenang. Bagaimanapun aku melewatinya tetap saja aku masih memikirkannya. Hingga pada beberapa hari setelahnya.
“Sory hen. Aku bingung, aku pingin sendiri kemarin.!” Aku tertunduk malu. Hendra menceritakan semuanya.
“Bukan Danu yang memberitahumu. Waktu itu aku melihat kalian keluar dari apartemen, waktua aku tanya Pa maman(Scurity), ia bilang kalian 3 hari gak keluar. Aku fakir kalian sengaja berdua ingin…” Hendra berhenti, ia melihat mataku yang tergenang. “Bodonhnya aku…. Menganggap tidak mungkin terjadi apa-apa. Seharusnya aku ingat kalo tidak ada sesuatu yang tidak mungkin” Aku sadar sangat terlambat aku menyadarinya.
“N’da?” Hendra mencoba menguatkanku. “Lanjutkan Hen.!” Pintaku..
“Aku fakir kamu murahan N’da.!” Kali ini Hendra yang tertunduk..kalimatnya menusuk hatiku. “Tapi saat aku sadar kamu tidak mengerti apa-apa. Aku…” Kalimatnya terputus. “Aku fikir tidak mungkin terjadi apa-apa. Tidak mungkin kamu tidak khawatir saat Danu pergi, tidak mungkin kamu mau mengantar Danu pergi” Aku terisak sangat keras. Hendra memeluku… dari semua kejadian itu menunjukan siapa orang bodohnya.”Aku.!” Sentakku pada diriku sendiri.
Semuanya dibahas hari ini. aku dalam posisi yang sangat menyedihkan hanya bisa meratapinya dengan lemas. Mau apa lagi,? Bisa apa lagi? Karena sejak itu aku tak dapat menemukan Danu.

\\\
            Ting, tong. Ting, tong. Ting, tong…
            Suara bel depan rumah menyapu seluruh ruangan. Aku yang sedang tidak mengenakan pakaian hampir segera membukakannya sebelum aku ingat ada tanktop transparan dan rok yang tidak terlalu mini.
            “Ada orang di dalam?” Orang di balik pintu itu terus bersaut-sautan. Agaknya tidak akan berhenti sebelum mendapat jawaban dari dalam rumah.
            “Hai. Aku di sini. Ada apa yah?” Segera setelah ku buka pengait, mataku terbelalak melihat sipa sosok di hadapanku saat ini.
            “Kak tio…!!!” Ku rangkul cowo tinggi dan bertubuh sispek itu. Ia adalah cowo pertamaku, sekaligus teman baik abang. Kita sangat akrab meskipun sudah tidak ada hubungan.
            “Gimana de kabarnya,!” Tio bertanya dengan sumringah.
            “Em.. Bae.!” Tidak mungkin aku berkata tidak bae, dan menceritakan keburukanku dengan terus terang.
            “Duduk ka. . !” Tio duduk di sebelah kananku. Jaraknya cukup dekat,, aku masih memegangi tangannya dan tidak melepaskannya dari pertama menjabat tangannya.
            Aku memang sangat manja padanya, dari dulu dan hingga saat ini, dia adalah abang ke-2 ku sekarang. Hehehe(Maksa)
            “Sepi ya de.!” Tio membuka pembicaraannya.
            “Kaya biasanya rame aja.!” Aku memang seperti itu jika dengan dia. Dia membuatku nyaman untuk melakukan sesuatu yang lebih karena aku tak perlu khawatir akan terjadi sesuatu.
            “Kak, Ade ganti baju dulu yah. tadi gak milih-milih sih. Ambil pakean sekenanya aja” Ku lepaskan genggamanku, dan beranjak ke kamar.
            “Gitu juga gak papa. Sexy de.!” Celetuk Tio.
            “Dasar cowo. Sama aja” Kita berdua tertawa renyah. Bukan sesuatu yang aneh tio seperti itu. Karena kita memang senang bercanda.
            Aku tak langsung membuka semua pakaian yang kukenakan. Hanya bagian atasnya aja. Lalu memilah-milah beberapa pakaan yang numpuk dalam lemari.
            Hamper 15 menit. Baru setelah ketemu baju yang akan ku kenakan, aku membuka pakaian bagian bawaknya.
            “Klek.!” Sontak aku meloncat. “Sipa disitu.!” Segera ku kenakan baju yang sudah ku pilih dengan celana jens yang asal ku ambil. Kemudian bergegas turun menemui tio.
            “Kak, tadi…!” Sebelum pertanyaanku selesei.
            “Lama banget sih..! Hampir kaka tidur nyenyak disini.!” Ucapannya meyakinkanku, pikiranku itu tidak benar. Kejadian itu membuatku sangat paranoid. Buktinya Hendra yang ku pikir akan melakukan itupun ternyata sebenarnya tidak.
            “Kaka haus nih…!!!” Tio meraba pahaku. Dan aku tertawa gali, menurutku itu adalah lelucon yang tidak lucu.
            “Eit..!!! Gimana kalo kaka yang buat,!”  Tio mencium bibirku, jelas aku terdiam di buatnya. Ia kemudian beranjak kedapur untuk membuatkan minuman.
            Setelah minuman ada di hadapan kami berdua.. “Aku masih mencintaimu de” kata-katanya sudah tidak aneh. Ciuman tadi sudah menjelaskannya.
            “ka…” Saat aku hendak memakinya. Tiba-tiba.
            “Bruck, cuph..” Di peluknya tubuhku dan di kecupnya keningku.
            “Cukup ka. Cukup.! Aku gak mau.!”  Aku mengingat Danu. Tio membuatku takut, dirumah tidak ada orang. Aku sangat hawatir,,,
            “Jangan bilang kaka melihatku tidak mengenakan pakaian tadi.!” Aku berteriak di hadapannya. Memikirkannya membuatku muak.
            “Memang kenapa. Ini bukan pertama kalinya aku melakukannya.!”
            “Plack.!” Tamparan itu tidak melalui pemikiran.
            “jadi…!!!”
            “Kamu kan yang gak pernah ngunci pintu kalo ganti baju”
            “Dasar berengsek…!”
            “Gak usah munafik. Ini bukan pertama kalinya ya kan.?”
            “Maksud Kakak apa sih.!”
            “lo udah pernah itu kan.? Heh, gua pikir lo tuh beda. Makanya selama lima tahun gua gak ngelaba meskipun gua pingin. Ternyata gua udah rugi telah membiarkan orang lain nikmati elo dulu” Kalimat itu membuatku sangat marah. Dan membuatku berani melemparkan kristal-kristal cantik sebagai hiasan itu kearahnya.
            “Prang…!!!” Sudah dua bunyi untuk hal yang sama.
            Tio segera pergi mendapati kemarakanku. Karena itu aku mengunci semua pintu agar mahluk bernama laki-laki tidak bisa keluar masuk seenaknya dan melakukan semua hal sesukanya.
            “Tlililit,,, tlililit,,, tlililit,,,” Dering telfon itu hampir ingin ku abaikan. Tapi tiba-tiba aku ingin sekali mengetahui siapakah sumber suara yang ada di sana. Dan berharap Danulah yang akan menyapa.
            “N’da.. gua punya kabar buruk. Sekarang gua ada di bandung… gua denger kabar, Danu mengalami kecelakaan, pesawat yang ditumpanginya oleng…! Datang sekarang yah?”
            “Tek.!” Ini kedua kalinya aku memutus telphon sepihak. Sudah tidak ada alasan lagi untuk polos, dan tidak menyadari masalahku sendiri, hampir dua kali kehormatanku terengguk, dan orang yang telah mereguknya kini tak bisa ku mintai pertanggung jawaban…  harga diriku pun baru saja diinjak-injak..
            Tapi ini pertama kalinya aku tidak berfikir untuk mati. Aku hanya merasa apapun yang aku lakukan tidak akan merubah apapun. Ku benahi lagi pecahan kristal yang tercecer dilantai.
            Lalu menghiasi semua ruangan yang nyaris menjadi kelabu untuku… setelah selesei. Ku telfon Hendra agar menemuiku di kamar…
            “N’da.!” Lo gak papa kan..??” Ia masih belum menemukan sosokku. Ia berkata itu dari bawah. Setelah ia menaiki tangga baru suaranya jelas terdengar.
            Setelah sampai di tengah pintu matanya membelalak. Ia menerawanginya dengan takjub.. beberapa kali ia menelan ludah.
            Aku berdandan sangat cantik hari ini… wajar ia terpukau… tapi entah kenapa ia tak kunjung mendekat padahal aku sudah telanjang.
            Aku yang mendekatinya. Aku percaya sebenarnya ia mau, tapi ia sedang berusaha untuk tidak menghancurkanku lagi.
            “Hen. Ini adalah pemberian,,,,! Lakukanlah..!!!” Hendra menepiskan pandangannya. Setelah beberapa menit. Baru dengan segera ia menggendongku menuju ranjang. Bukan untuk ditidurin tapi untuk diletakan di bawah selimut.
            Matanya tulus. Tapi aku tidak ingin bersikap baik. Dimataku apapun triknya semuanya akan jadi sama saja.
            Sampai pada akhirnya. “Aku yang akan bertanggung jawab N’da.! Aku yang akan selalu jadi sesuatu untukmu”

\\\
”Kelamnya… hidupku semakin kelam kurasakan” Benaku semakin tidak bisa diam, terus-terusan meraung-raung bersaut-sautan.
            “Berhenti.!” Hendra membentaku cukup keras, bahkan ia menangis menemani ucapannya.
            “Berhenti? Siapa? Aku… atau mereka? Yang jelas.! Kata-katamu tak bisa kuartikan saat ini” Aku berkata dengan lirih, tapi kalimatku terucap dengan baik. Aku semakin merasakan kepahitan yang kualami. Ini tentang keluargaku…
            “Aku yang tak bisa melihatmu seperti ini. N’da.!” Hendra lagi-lagi membuatku getir. Sakit rasanya ada orang lain yang jauh lebih mengerti masalahku dibanding mereka yang seharusnya jauh lebih mengetahui semua ini.
            “Aku tidak ingin kamu peduli, dan gak seharusnya itu kau lakukan. Kamu hanya perlu menjauh dariku,,, pergilah.!” Kutahan isak yang ingin segera kuluapkan, aku hanya ingin sendiri. Dan tidak ingin diganggu. Membiarkan mereka, keuargaku. mengungkapkan semua kesalahan yang ku buat, mungkin aku pantas menerimanya.
            Kurasakan betapa dekat ingatan itu dalam otakku. Tapi tidak untuk sekarang! Buah yang ku tanam sudah cukup umur untuk menunjukan dirinya pada semua orang. Mama, papa abang dan keluarga besar sudah tidak kaget mendapati keadaanku. Sudah memasuki 3 bulan masa kehamilanku. Hendra memang menikahiku, tapi tidak hatiku!
            Danu terbunuh dalam kecelakaannya. Tak mungkin aku mengikutinya untuk meminta pertanggung  jawaban dialam sana. Sedang Tio terbukti telah menodai beberapa adik atau kaka sahabatnya, masuklah ia dalam buih.
            Buruk memang akhir perjalanku. Tapi tidak seburuk, jika aku mengakhiri hidupku dan calon buah hatiku kala itu. Atau aku aborsi untuk memaksakan kehormatan yang sudah hilang, agar tetap ada dalam kebohongan. Dan…
            Akh…
            Satu hal yang sekarang membuatku bersyukur. Ada seorang laki-laki baik yang bertanggung jawab. Sosok laki-laki yang seumur hidup ingin aku dapatkan. Meskipun belum, tapi suatu saat, ketika hatiku membaik. Aku akan mencintainya oleh allah, dari allah dan untuk Allah. Kejadian itu membuatku mengerti banyak hal tentang hidup dan kehidupan.
            Aku akan memaknai hidupku yang  sudah tidak baik, dengan hal yang jauh lebih baik lagi. Terimakasih hendra! Dan tunggulah saat itu tiba, saat anak ini lahir dan kau yang akan dianggapnya sebagai bapa.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

░░░░░░░░░░░░░░░░░▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓

Cari Blog Ini

Entri Populer

KOMIK YANG MEMBERIKU INSPIRASI, IDE BAGUS DAN BANYAK SYARAT MAKNA!!!!!!!!!!!!

KOMIK YANG MEMBERIKU INSPIRASI, IDE BAGUS DAN BANYAK SYARAT MAKNA!!!!!!!!!!!!
Special Komik Ku,



EmJe`S World

Miftahul Jannah(EMJE),,,

“Aku adalah seorang perempuan yang ingin mengenal dan dikenal oleh seorang laki-laki,

Aku adalah seorang teman yang ingin menjadikan dan dijadikan sebagai sandaran hati,

Aku adalah Seorang saudara yang ingin mencontoh dan dicontoh oleh mereka saudara-saudaraku yang baik hati,

Aku adalah seorang murid yang ingin belajar dan diajar dengan guru-guruku saat ini,

Aku adalah seorang anak yang ingin berbakti dan diabdi keluargaku sampai nanti,

Dan aku seorang penulis yang ingin memberi dan diberi pada saat nanti,

Aku adalah seorang hamba yang terus berdoa pada Sang Rabbi sampai akhir hayatku nanti”


Aku… Seorang manusia biasa yang tak luput dari kasih dan mengasihi…


_________________

ємЈΞ