[Lentera ….ємЈΞ]


Baca dengan hatimu, lalu berikan isinya padaku (Ku tunggu! Koment-y!!!) ~,~


"CINTAKU ADALAH KAMU"


“CINTAKU ADALAH KAMU”
     EMJE
Senin, 1 Januari 2010 (09:15)
Dear Diary.
Hatiku terasa sakit. Ada yang kudengar tadi, Eza mengatakan Sasti adalah wanita yang ia cintai bahkan ada kata-kata yang sangat membuatku iri. Sasti bukan hanya sekedar cinta tapi juga anugrah untuk Eza. “Ya Allah, salahkah jika aku ingin berada pada sosok Sasti...?”

“Astaghfirullahaladzim…” Aku segera beristigfar…ada yang salah pada harapanku disini. Tanda kurangnya rasa syukurku pada Ilahi.
            Agaknya pikiranku selalu berkutat pada masalah Sasti dan Eza. Apa yang salah? Eza hanya ingin menarik perhatian Sasti, Sastipun hanya seorang perempuan yang sedang di perhatikan oleh Eza.
            “Apa karena Eza. Hingga membuatku terusik? Lalu kenapa? Akh, mungkin aku merasa lelah sehingga berfikir sampe sejauh ini” Hatiku membatin.
            “Uagh…!” Segera kututup mulutku yang menguap. Bisa berabe kalo sampe Pak Deden tau.
            “Tuk,!” Lipatan kertas kecil mendarat tepat ditengah mejaku.
            “Mampus,!” segera kumasukan note book bergaris hitam putih itu. Agaknya Lemparan iseng itu disadari oleh Pak Deden.
            “Bruck,,!” Satu pukulan keras oleh penunjuk papan tulis yang sedang dipegang Pak Deden menggema. Sontak seluruh anak melotot kearahku.
            “Aduh…!” Aku hanya meringis menatapi nasibku. Bukan hanya akan dapet hukuman dari pak Deden karena tidak memperhatikannya. Tapi juga bisa mencoreng moreng imageku dengan tulisan didiary itu kalo sampe ia tau.
“Bisa didenger anak-anak yang lain,!!!” Sahut hatiku kisruh. ”Belom lagi ditambah hukuman dari anak-anak yang kena imbas kesalahanku. Ough…God” Tambahku.
            “Iren,,,!!!” Bentaknya hingga menundukan pandangan anak yang lain.
            “I…Iya…Pak…!!!” Belum ada yang pernah berani membantahnya. Mana mungkin aku menjadi korban selanjutnya.
            “Apa Ini,?” Tanya Pak Deden masih dengan nada yang tinggi.
            “Saya. Enggak, tau Pak,!” Aku sendiri masih tergagap. Membayangkan hukuman apa lagi yang akan ia timpakan pada anak yang berulah seperti aku ini, difikirannya.
            “Iya. Hanya difikirannya. Karena sesungguhnya aku memang tidak melakukannya. SIAL,!” Lagi-lagi aku mengoceh dalam hati.
            Dibukanya lipatan yang baru kusadari kehadirannya. Pak Daden sama sekali tidak tahu menahu dengan diary yang aku hawatirkan. Ternyata masalahnya hanya ada pada kertas kecil yang memojokanku sebagai tersangka utama.
            “My beautiful” Ucapnya, Jelas hatiku berdesir. Kata-kata apa itu? Benar untuku? Siapa? Perhatianku teralihkan kembali pada kemarahan guru yang terus melotot kearahku.
            “Ireen…,!” Lagi-lagi dipanggilnya namaku. Sedikit diperhalus, tapi sangat menusuk.
            “Saya Pak,!” Rasanya aku gak tau harus seperti apa menyikapainya. Dan bagaimana menyeleseikannya.
°°°
            “Mau aku Bantu Iren?” Sasti memegangi sapu lain yang tidak terpakai, aku mendongakan kepalaku agar bisa melihatnya. satu tempat yang sudah kusapu bersih, sekarang tinggal memasukan sampah dikeranjang sampah dengan tangan, karena Tidak ada serokan. Tapi itu bukan akhir dari hukumanku, masih banyak tempat yang menunggu untuk aku bersihkan. Ada Kantin, Mushola, dan lapangan.
            Sampahnya banyak. Perbuatan anak-anak yang masih seenake dewek(Baca: seenaknya aja/Bahasa jawa) buang sampah. Mungkin aku juga salah satunya. “Menyesal aku melakukannya. Mengingat memungutinya sekaligus, lebih memberatkan dari sekedar membuang sampah pada tempatnya” Berjasa sekali Pak Dirman, tukang bersih-bersih disekolah ini. Aku harus lebih menghargainya mulai hari ini.
            “Makasih,,,!!!” Jawabku pasrah. “Kenapa Sasti???” pikirku. Haduh,,,, dia yang selalu aku sisihkan kenapa sekarang yang membantuku.
            Halaman depan sekolahan Sudah selesei, Sasti menyarankan agar kita berdua mengerjakan pekerjaan yang berbeda. Dan Lapangan adalah pekerjaan yang ia maksud untuku.
            “Lapangan?” Bantahku. Meskipun ia meringankan sedikit bebanku tapi sangat tidak adil jika hanya sekedar yang enaknya aja.
            “Ya.udahlah,!” Jawabku pada akhirnya. Aku tidak akan meminta lebih, ia sudah cukup membantuku.
            Aku bergegas. Aku tidak akan beristirahat sampe pekerjaanku selesei. Bisa malas nantinya, belom lagi akan lama selesei. Buru-buru aku ngeloyor dari Sasti. Tinggal kami berdua yang menghuni SMAN 1 itu. Sekolah sudah dibebaskan setelah anak-anak menyeleseikan UAS-nya. Sekarang adalah nasibku harus berada di sekolah pada jam sekolah yang seharusnya longgar.
            “Siapa pula nih, yang membuat masalah ini?” Aku terus mangut-mangut rada kesel. Dan masih memikirkan penyebab hukumanku ini. “Harus ada balasannya!” Ucapku tandas.

            “Belom selese Ren?” Ucap Sasti yang membuatku terperangah.
            “Ngagetin aja sih” Aku memang kurang respek sama tuh anak. Dan tak pernah berhasil menyembunyikannya. Aku bisa baik sama siapa aja temasuk sama orang  yang jahat sekalipun. Tapi agaknya tidak untuk Sasti yang sangat baik itu.
            “Iren. Kamu bisa menyeleseikan yang satu ini sendiri kan? Eza akan mengantarku pulang sekarang” Tak terhindarkan perasaanku menjadi sakit. Eza penyebab lukanya semakin parah.
            “Uh, lagi-lagi” Hatiku perih.
            “Ya udah. Maaf ya aku jadi ngerepotin kamu,!” Kualihkan pandanganku dari tatapannya. Aku takut jatuhnya air mataku saat ia masih menatapku.
            Entah mengapa aku selalu berfikir. Sasti itu tau sikapku belakangan ini kepadanya itu karena apa. Mungkin karena itu juga ia berusaha bersikap baik padaku. Tapi untuk apa? Bukankah aku akan mengganggu hubungannya dengan Eza. Atau karena ia memang baik sampai-sampai ia tidak peduli sama apa yang aku lakukan padanya sebelumnya.
            “Akh… Sasti…. Aku merasa semakin jahat jika seperti ini sikapmu…” Tumpah sudah air mataku. Hening sudah keadaan sekolahku. Akhirnya aku benar-benar sendiri.
            Aku benar-benar menyeleseikan hukumanku. Sebelum pulang aku masuk kamar mandi untuk memastikan semuanya tidak berantakan.
            Rambut disisir, dikit. Muka di cuci bentar, makeup tipis, lipsglos tipis, plus perfume soft biar gak bau keringet.
            Yang terakhir…. Rapihin baju dan rok. Finish,
            °°°
            “Brum… brum…!!”
            “Brum… brum…brum… !!!”
            Dari luar pagar terlihat motor tiger yang biasa dipake Eza.
            “Mungkin aja yang mengendarainya Eza,!” Pikirku. Lagi-lagi perasaan itu datang. Ser, ser,,, wah kayanya bikin gugup deh.
            “Aduh Ren. Please deh. Tobat, tobat. Baru aja Sasti sebaik itu sama kamu, sekarang kamu mau berbuat jahat sama dia….” Aku segera menguasai hatiku. Untung bisa dikendalikan sebelum Eza ada di hadapanku.
            “Ren…” Sapa Eza setelah berada di depanku.
            “Ya Za. Lho… bukannya Sasti udah kamu jemput yah,?” Aku sama sekali tidak menatapnya. Bisa tergoda aku…
            “Kalo Sasti emang udah,!” Kalimatnya membuatku bertanya-tanya.
            “Jadi ada yang mau kamu jemput lagi selain Sasti,?” Aku bertanya sendiri didepannya.
            “Siapa.?” Tanyaku.
            “Kamu,!” Jawabnya. Haduh.. rasanya berbunga-bunga ni hati. tapi enggak, Gak boleh.!
            “Maksud kamu apa sih. Gak usah sok baik gitu deh..!” lagi-lagi aku mengelak. Entahlah, aku merasa tidak boleh seperti ini. Karena ini sudah tidak baik.
“Mungkin memang aku mencintainya. Bukan berati ia mutlak harus menjadi miliku dengan cara apapun dan dalam keadaan apapun. Apalagi yang sekarang memilikinya gadis yang sangat baik, sopan dan….!” Aku terdiam sejenak. “Akh,,, andai gadis yang dicintainya itu aku,,,,!!!” tambahku dalam hati.
“Apa menurutmu aku ini hanya sekedar baik,??” Eza menajamkan tatapannya. Seolah ingin menerkamku pelan-pelan.
“Mungkin,!” aku takut mendapati sikapnya. Bukan apa-apa Cuma jaga-jaga aja biar aku ingat dia udah ada yang punya.
            “Iren… kedatanganku disini bukan untuk menjemput atau mengantar pulang Sasti. Tapi aku ingn berbicara padamu Iren, aku hanya tidak ingin Sasti mengganggu”  Kalimat itu membuatku sanksi..
            “…..” Aku diam, sesekali kualihkan pandanganku. Bukan luluh, karena tanpa itupun hatiku memang telah memilihnya.
            “Kenapa? Apa kamu keberatan Ren?” Ia terlihat kecewa.
            “Ea, gak papa! Aku seneng dapet tumpangan!” Entah kata apa yang sebaiknya aku ucapkan “Akh, biasa aja!” Pikirku.
            “Ren! Kenapa sih kamu selalu membahas Sasti di tengah pembicaraan kita?” Pertanyaan Eza ku dengar sangat aneh.
            “Lho, memang kenapa?” Tanyaku kemudian.
            “Ya… gak enak aja jadinya!” Eza menjelaskan.
            “Gak enak? Aku gak ngerti maksud kamu!” Tanyaku lagi semakin bingung.
            “Asti menegurku beberapa kali, katanya semenjak aku mendekatinya sikapmu berubah. Apa itu benar?” Ucapannya membuatku berhenti tegang. Rasanya semua indraku telah berhenti berfungsi sekarang.
            “Hah? Em,,, aduh! gak usah muter-muter gitu deh ngomongnya. Ya udah deh aku pulang sendiri aja Za!” Sergahku agar bisa melarikan diri dari pertanyaanya.
            “Ren, Kenapa sih susah banget buat deketin kamu?”  sesaat setelah aku melangkahkan kakiku sekali, Eza tiba-tiba meraih lengan kananku dengan cepat.
            “Apa - apan sih Za. Jangan kurang ajar gutu dong!” Sentakku agak ketus, kaget aku dibuatnya.
            “Sory! Tapi aku gak tau lagi harus dengan cara apa aku bisa mengatakannya.!” Kulihat mata Eza berair. Aku semakin tak mengerti dengan sikapnya. “Dasar aneh” Hatiku membatin.
            “Udah deh Za, Jangan sok care gitu. Aku gak mau dia salah faham, hubungan kita udah cukup gak baik. Aku gak mau dia benci sama aku karena kamu!” Aku hanya bisa mengatakan itu dengan nada tinggi, aku tak ingin melukai orang yang bersedia membantuku barusan. Eza benar. Karena Eza aku memperlakukan Sasti sebagai saingan bukan sebagai teman.
            “Dia? Maksud kamu siapa? Kenapa dia harus membencimu? Kamu ngomong apa sih Ren!” Eza malah terlihat lebih bingung.
            “Denger Za. Sasti itu cewe yang baik. Aku gak mau dia berfikir macam-macam tentang kita!”  Kulepaskan pegangannya secara paksa, aku tidak ingin semakin lemah.
            “Seharusnya aku gak biarin kamu sebaik ini sama aku!” Aku bergegas pergi. Dari tempat Eza berdiri; ia berteriak mengatakan.
            “Aku melakukannya Karena Aku mencintaimu!” Ucapan Eza membuat kakiku seakan mati rasa. Ada perasaan senang, kaget, takut, semua jadi satu.
            “Aku melakukan ini karena aku mencintaimu Ren!” Diucapkannya lagi kalimat itu, segera aku berlari kearahnya.
            “Plack!” Satu pukulan mendarat telah dipipi kanannya.
            “Kamu bener-bener keterlaluan Za, kenapa kamu bisa sejahat ini padaku. Kenapa kau mengatakan cinta setelah kamu memilih Sasti. Mungkin aku memang memiliki perasaan yang sama, tapi aku tidak akan mengkhianati Sasti Za, dia sudah cukup baik padaku. Aku mohon jangan sia-siakan lagi dengan bersikap seperti ini pada wanita lain” Air mataku tumpah, sakit rasanya untuk memungkiri hatiku, tapi aku akan semakin sakit jika aku menyakiti Sasti juga.
            “Jadi,,, kamu???” Ucap Eza mendapati pernyataanku.
            “Yah. aku tau kamu suka Sasti, aku pernah mendengarnya! Dan kalo pendapatku gak salah kalian pasti udah jadian, gak usah ngelak, kalian gak akan sedeket itu kalo belum jadian!” Aku semakin berteriak.
            “Bukan. maksud aku, apa benar kamu juga mencintaiku Ren?” Kulihat mata Eza berbinar.
            “…” Aku sedikit bingung dengan pernyataan Eza.
            “Jawab Ren, jawab! Apa itu bener,,,!” Eza meraih kedua lenganku sanbil menggoncang-goncangkannya.
            “E…! Aduh ni anak kenapa sih, aneh bener!” Hatiku gak karuan, mau marah dia malah nanya soal hati. Lagi bahas Sasti napa jadi nanya-nanya tentang aku gitu sih.
            “Jawab!” Bentak Eza!
            “Iya!” Aku kaget dibuatnya, tanpa sengaja aku mengatakan perasaanku.
            “Iren….? Kenapa kamu gak bilang! Aku gak akan serepot ini kalo aja kamu mau sedikit memperlihatkannya” Eza berkata sambil kegirangan.
            “Apa apan sih kamu Za, gak lucu tau gak!” Ku lepaskan pegangannya, karena cukup kencang ia memegangiku.
            “Jadi gimana?” Tanya Eza tiba-tiba!
            “Gimana? Apanya? Kamu tuh nyebelin banget sih Za! Lo gak dengerin gua ya dari tadi ngomongin apa?” Aku bener-bener marah dibuatnya.
            “Kamu aneh banget sih Ren, bukannya seneng orang yang kamu cintai mencintai kamu juga. Eh ini bisa-bisanya pake marah-marah” Eza bersungut-sungut entah apa yang ada difikirannya.
            “Apa? Dasar! Gua bisa seneng kalo aja lu ma Sasti gak ada apa-apa, dasar cowo berengsek. Lu pikir gua cewe apaan” Karena kemarahanku aku semakin memarahinya dan mengganti kata ganti dari aku-kamu ke gua-elo.
            “Sasti. Kenapa kamu selalu bahas sasti, padahal dia gak ada kaitannya sama sekali dengan ini!” Setelah beberapa detk kemudian Eza tertawa renyah.
            “Hahaha! Jadi, kamu pikir aku sama Sasti ada apa-apa? Gitu?” Eza kembali membuatku tenang dengan 1 tanda tanya.
            “Pikir… Maksud kamu?” Aku kembali ber aku-kamu.
            “Iren.. apa kamu menjauhiku karena kamu pikir aku dan sasti ada apa-apa gitu?” Eza menatapku dengan sunggingan dibibirnya.
            “….???” Aku diam seribu bahasa.
            “hehh… kamu tau gak? Aku tuh Cuma suka sama kamu  Ren! Dan itu udah lama banget, aku pernah PDKT sendiri. Tapi kamunya cuek terus. Waktu aku minta tolong Sasti, kamu malah jauhin dia. Aku bingung tau gak mikirin gimana caranya biar kita deket. Makanya aku minta sasti deketin kamu dengan terus bantuin kamu. Aku pikir dengan begitu kalian akan berteman baik lagi dan aku bisa…..!!!” Sebelum sempat diseleseikannya.
            “Bentar, kamu gak suka sasti? Kamu deketin Sasti Cuma buat bantuin kamu deketin aku? Dan kalian gak pernah ada hubungan apa-apa?”  sergah aku.
            “Iren… ???” Eza seketika bersorak.
            “Yes, Thakz God! Kamu tau gak, gimana senengnya aku hari ini” Eza hamper saja melingkarkan tangannya di badanku. Untung aku sigap.
            “Akh, Eza! Kamu apa-apaan sih” Aku masih ragu, Sikap Eza membuatku tidak tahu menau.
            “Ren?” Dipegangnya tanganku dengan lembut.
            “Aku minta maaf, karena akan ada ending seperti ini. membuatmu berfikir sampai sejauh ini, dan aku yang menyebabkannya. hampir saja aku tidak menyadarinya jika kamu juga tak mernah membuat pengakuan seperti tadi” Mata Eza semakin berbinar, ia mencoba meyakinkanku tentang sesuatu hal.
            “Denger Ren, Bukan Sasti. Tapi cintaku adalah kamu” Ucap Eza seberti berbisik. Aku mendengarnya berdesir. “Akh, apa ini. apa aku sedang bermimpi?” Ku lihat Eza penuh keyakinan, akankah ia berbohong.
            Aku tertunduk. Ada perasaan senang dalam hatiku, tapi jujur aku masih ragu untuk mengakuinya.
            “Besok. Aku akan cerita ke Sasti, ia harus tau tentang sahabatnya yang satu ini. mungkin dia akan senang sekaligus marah jika ia tau sahabatnya ini menerimaku setelah menyangka aku menyukai sahabatnya” Eza memalingkan pandangannya. Dan menerawang di balik awan yang sedang dipandangnya.
            “Eh, aku belom nerima kamu!” Ucapku cepat, meralat kalimatnya yang terucap sangat cepat.
            “Gak tadi. Tapi sekarang pasti” Jawab Eza tak ragu. Disambutnya tangan kananku, kemudian ia berlutut kearahku.
            “Iren. Maukah kamu menjadi temanku?” Ucapan Eza membuatku melepas cepat pegangannya.
            Eza tersenyum lalu berkata “Kalo kamu gak mau jadi temenku, pasti kamu mau jadi pacarku” Tak terasa, bibirku merekah tiba-tiba. Sulit untuk menolak apa yang sesungguhnya ingin kudapat.
            “Tuh kan, mau. gak salah dong kalimatku tadi?” Eza terlihat senang mendapati tingkahku.
            “Apaan sih!” Aku hanya bisa berkata itu. Bagiku sikapku cukup untuk menjawab pertanyaannya, dan memberikan permintaannya.
            “Huh! Bikin repot aja sih!” Ucap Eza jail.
            “Yee,,, sapa suruh deketin temennya. Napa gak langsung orangnya aza!” Aku berlalu dari hadapannya. Aku senang mendapati semuanya “Mimpiku, Nyata” Batinku.
            Eza berjalan sejajar dengan meraih tangan kananku.
            “Oy,,, Aku pernah denger  kamu ngomong bukan sekedar cinta, tapi juga anugrah untukku didepan Sasti” Aku mengenang kekeliruanku.
            “Itu karena Sasti bertanya, kenapa ia harus membantuku” Ralat Eza.
            kemudian aku bersyukur dalam hati. Ternyata yang membuatku iri selama ini adalah diriku sendiri, Bukan Sasti.
            Hhe.  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

░░░░░░░░░░░░░░░░░▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓

Cari Blog Ini

Entri Populer

KOMIK YANG MEMBERIKU INSPIRASI, IDE BAGUS DAN BANYAK SYARAT MAKNA!!!!!!!!!!!!

KOMIK YANG MEMBERIKU INSPIRASI, IDE BAGUS DAN BANYAK SYARAT MAKNA!!!!!!!!!!!!
Special Komik Ku,



EmJe`S World

Miftahul Jannah(EMJE),,,

“Aku adalah seorang perempuan yang ingin mengenal dan dikenal oleh seorang laki-laki,

Aku adalah seorang teman yang ingin menjadikan dan dijadikan sebagai sandaran hati,

Aku adalah Seorang saudara yang ingin mencontoh dan dicontoh oleh mereka saudara-saudaraku yang baik hati,

Aku adalah seorang murid yang ingin belajar dan diajar dengan guru-guruku saat ini,

Aku adalah seorang anak yang ingin berbakti dan diabdi keluargaku sampai nanti,

Dan aku seorang penulis yang ingin memberi dan diberi pada saat nanti,

Aku adalah seorang hamba yang terus berdoa pada Sang Rabbi sampai akhir hayatku nanti”


Aku… Seorang manusia biasa yang tak luput dari kasih dan mengasihi…


_________________

ємЈΞ